Rabu, 27 September 2017

pembuatan keris



BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang

     Padepokan Keris Brojobuwono ini berada di Wonosari, Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar, Jateng.



Padepokan Brojobuwono, yang didirikan oleh Bambang Gunawan dan Basuki Teguh Yuwono pada tahun 1999 , adalah sebuah kompleks tempat pembuatan keris sekaligus museum keris.

Museum keris merupakan sebuah tempat di mana koleksi keris-keris jaman dahulu dapat diakses oleh masyarakat luas sekarang.

Museum ini buka setiap hari Selasa sampai Minggu, pukul 09.00 WIB-15.00 WIB.

Pengunjung yang datang dan masuk ke tempat ini tidak dipungut biaya alias gratis.

Selain museum dan besalen (tempat pembuatan keris), di Padepokan Keris Brojobuwono terdapat juga museum fosil.

Adapun keris merupakan warisan budaya Indonesia yang sudah diakui oleh UNESCO sejak tahun 2005.

Keris ditetapkan sebagai The Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity.

Padepokan Brojobuwono yang memposisikan diri sebagai pusat pelestarian keris Indonesia, memiliki tiga pilar dalam mengarahkan biduknya. Pilar pertama adalah menghormati masa lalu dengan merawat keris yang dicipta oleh empu di masa lalu, dan menyebarluaskan kepada masyarakat.

Sedangkan pilar kedua adalah menyebarkan informasi seluas-luasnya kepada masyarakat, melalui kegiatan seminar maupun penyebarluasan buku-buku tentang keris, termasuk penulisan buku tentang keris.

Pilar ketiga, dengan pembuatan karya-karya masterpiece, pembuatan keris yang berkualitas.

Menurut sang pemilik sekaligus pendirinya, Museum Brojobuwono merupakan tempat di mana karya-karya keris di masa lalu dikoleksi dan bisa diakses umum.

Menyatu dalam satu kompleks juga terdapat besalen atau tempat pembuatan keris.

Terbuka untuk Umum

Proses pembuatan keris ini pun terbuka bagi masyarakat umum bagi yang ingin mempelajarinya.

Sejumlah buku tentang keris juga telah diterbitkan oleh Padepokan Brojobuwono, dan disebarluaskan kepada khalayak.

Antara lain, buku berjudul Indonesian Kris -an Introduction, Padepokan Brojobuwono,  The Indonesian Kris Preservation centre.

Penyebaran informasi tentang keris juga dilakukan dengan membagikan buku kepada masyarakat, misalnya Keris Naga, buku yang didanai oleh pemerintah.

Buku itu ditulis oleh Basuki Teguh Yuwono, salah satu pendiri padepokan yang juga pengajar di Institut Seni Indonesia Surakarta (ISI).

Penyebarluasan juga dilakukan melalui multimedia dengan pembuatan film, antara lain, Mengenal Keris Indonesia  dan Teknologi Pamor Indonesia.

Sejumlah seminar juga dilakukan guna lebih mendekatkan keris, baik kepada masyarakat maupun kepada pelajar selaku generasi muda penerus bangsa.

Padepokan Brojobuwono juga mendukung sejumlah siswa SMU untuk  pembuatan Karya Ilmiah Remaja (KIR) tentang keris, misalnya  SMU Warga, Solo, yang melakukan studi ke sejumlah tempat pembuatan keris di Bali.

B.     Rumusan Masalah
1        Sejarah tentang keris
2        Bentuk dan jenis keris
3        Pembuatan keris

C.     Tujuan penulisan
1        Nengetahui sejarah pusaka keris?
2        Mengetahui jenis dan bentuk keris?
3        Mengetahui cara pembuatan keris?



BAB II
PEMBAHASAN
A.     Sejarah pusaka keris di java
     Keris adalah salah satu karya nenek moyang bangsa Indonesia dalam khasanah budaya tradisional. Pembuatan karya seni ini menggunakan teknik tempa yang sangat rumit. Kerumitan ini terletak padaseni tempa pamor yang indah, yang dahulu sangat tidak terjangkau oleh pemikiran awam. Ada tanggapan dari sbagian masyarakat bahwa pamor pada sebilah keris memiliki kekuatan magis, makhluk gaib dan supranatural lainnya. Karena itu dapat dipahami kenapa dari dulu hingga sekarang pun keris menjadi benda yang dikeramatkan oleh sebagian orang. Hingga memerlukan perawatan seperti harus memandikan, memberi sesajen dan sebagainya.
     Pada awalnya keris memang dibuat sebagai senjata tikam. Namun, lambat laun fungsinya berubah menjadi benda seni, pengungkapan falsafah, maupun perwujudan simbol dan harapan. Keris juga di anggap pusaka, khususnya untuk masyarakat Jawa. Anggapan ini memang berakar dari kepercayaan masa lau mengenai animisme dan dinamisme, Hindu, Budha, dan bahkan nilai-nilai Islam pun harus diperhitungkan dalam memahami dunia perkerisan.
     Keris dan tosan aji serta senjata tradisional lainnya menjadi khasanah budaya Indonesia, tentunya setelah nenek moyang kita mengenal besi. Berbagai bangunan candi batu yang dibangun pada zaman sebelum abad ke-10 membuktikan bahwa bangsa Indonesia pada waktu itu telah mengenal peralatan besi yang cukup bagus, sehingga mereka dapat menciptakan karya seni pahat yang bernilai tinggi. Namun apakah ketika itu bangsa Indonesia mengenal budaya keris sebagaimana yang kita kenal sekarang, para ahli baru dapat meraba-raba.
     Gambar timbul (relief) paling kuno yang memperlihatkan peralatan besi terdapat pada prasasti batu yang ditemukan di Desa Dakuwu, di daerah Grabag, Magelang, Jawa Tengah. Melihat bentuk tulisannya, diperkirakan prasasti tersebut dibuat pada sekitar tahun 500 Masehi. Huruf yang digunakan, huruf Pallawa. Bahasa yang dipakai adalah bahasa Sanskerta.
     Prasasti itu menyebutkan tentang adanya sebuah mata air yang bersih dan jernih. Di atas tulisan prasasti itu ada beberapa gambar, di antaranya: trisula, kapak, sabit kudi, dan belati atau pisau yang bentuknya amat mirip dengan keris buatan Nyi Sombro, seorang empu wanita dari zaman Pajajaran.
     Sementara itu istilah ‘keris’ sudah dijumpai pada beberapa prasasti kuno. Lempengan perunggu bertulis yang ditemukan di Karangtengah, berangka tahun 748 Saka, atau 842 Masehi, menyebut-nyebut beberapa jenis sesaji untuk menetapkan Poh sebagai daerah bebas pajak, sesaji itu antara lain berupa ‘kres’, wangkiul, tewek punukan, wesi penghatap.
      Kres yang dimaksudkan pada kedua prasasti itu adalah keris. Sedangkan wangkiul adalah sejenis tombak, tewek punukan adalah senjata bermata dua, semacam dwisula.
Pada lukisan gambar timbul (relief) Candi Borobudur, Jawa Tengah, di sudut bawah bagian tenggara, tergambar beberapa orang prajurit membawa senjata tajam yang serupa dengan keris yang kita kenal sekarang. Di Candi Prambanan, Jawa Tengah, juga tergambar pada reliefnya, raksasa membawa senjata tikam yang serupa benar dengan keris. Di Candi Sewu, dekat Candi Prambanan, juga ada. Arca raksasa penjaga, menyelipkan sebilah senjata tajam, mirip keris.
     Cerita mengenai keris yang lebih jelas dapat dibaca dari laporan seorang musafir Cina bernama Ma Huan. Dalam laporannya Yingyai Sheng-lan di tahun 1416 Masehi ia menuliskan pengalamannya sewaktu mengunjungi Kerajaan Majapahit.
Ketika itu ia datang bersama rombongan Laksamana Cheng-ho atas perintah Kaisar Yen Tsung dari dinasti Ming. Di Majapahit, Ma Huan menyaksikan bahwa hampir semua lelaki di negeri itu memakai pulak, sejak masih kanak-kanak, bahkan sejak berumur tiga tahun. Yang disebut pulak oleh Ma Huan adalah semacam belati lurus atau berkelok-kelok. Jelas ayang dimaksud adalah keris.
     Kata Ma Huan dalam laoparan itu: These daggers have very thin stripes and within flowers and made of very best steel; the handle is of gold, rhinoceros, or ivory, cut into the shapeof human or devil faces and finished carefully.
     Laporan ini membuktikan bahwa pada zaman itu telah dikenal teknik pembuatan senjata tikam dengan hiasan pamor dengan gambaran garis-garis amat tipis serta bunga-bunga keputihan. Senjata ini dibuat dengan baja berkualitas prima. Pegangannya, atau hulunya, terbuat dari emas, cula badak, atau gading. Tak pelak lagi, tentunya yang dimaksudkan Ma Huan dalam laporannya adalah keris yang kita kenal sekarang ini.
• Fungsi dan Pemanfaatan Keris di Jawa
     Fungsi utama dari senjata tajam pusaka dulu adalah alat untuk membela diri dari serangan musuh, dan binatang atau untuk membunuh musuh. Namun kemudian fungsi dari senjata tajam seperti keris pusaka atau tombak pusaka itu berubah. Di masa damai, kadang orang menggunakan keris hanya sebagai kelengkapan busana upacara kebesaran saat temu pengantin. Maka keris pun dihias dengan intan atau berlian pada pangkal hulu keris. Bahkan sarungnya yang terbuat dari logam diukir sedemikian indah, berlapis emas berkilauan sebagai kebanggaan pemakainya..
     Ada pepatah yang menyatakan : “Penghargaan pada seseorang tergantung karena busananya.” Mungkin pepatah itu lahir dari pandangan psikolog yang mendasarkan pada kerapian, kebersihan busana yang dipakai seseorang itu menunjukkan watak atau karakter yang ada dalam diri orang itu. Di kalangan masyarakat Jawa Tengah pada umumnya untuk suatu perhelatan tertentu, misalnya pada upacara perkawinan, para kaum prianya harus mengenakan busana Jawi jangkep (busana Jawa lengkap). Dan kewajiban itu harus ditaati terutama oleh mempelai pria, yaitu harus menggunakan/memakai busana pengantin gaya Jawa yaitu berkain batik, baju pengantin, tutup kepala (kuluk) dan juga sebilah keris diselipkan di pinggang. Mengapa harus keris? Karena keris itu oleh kalangan masyarakat di Jawa dilambangkan sebagai simbol “kejantanan.” Dan terkadang apabila karena suatu sebab pengantin prianya berhalangan hadir dalam upacara temu pengantin, maka ia diwakili sebilah keris. Keris merupakan lambang pusaka.
      Yang menarik hati adalah keris yang dipakai untuk kelengkapan busana pengantin pria khas Jawa. Keris itu dihiasi dengan untaian bunga mawar melati yang dikalungkan pada hulu batang keris. Ternyata itu bukan hanya sekedar hiasan, melainkan mengandung makna untuk mengingatkan orang agar jangan memiliki watak beringas, emosional, pemarah, adigang-adigung-adiguna, sewenang-wenang dan mau menangnya sendiri. Bicara keris juga tidak bisa dipisahkan dari sarungnya (warangka). Hubungan keris dengan sarungnya secara khusus oleh masyarakat Jawa diartikan secara filosofi sebagai hubungan akrab, menyatu untuk mencapai keharmonisan hidup di dunia. Maka lahirlah filosofi “manunggaling kawula – Gusti”, bersatunya abdi dengan rajanya, bersatunya insan kamil dengan penciptanya, bersatunya rakyat dengan pemimpinnya, sehingga kehidupan selalu aman damai, tentram, bahagia, sehat sejahtera. Selain saling menghormati satu dengan yang lain masing-masing juga harus tahu diri untuk berkarya sesuai dengan porsi dan fungsinya masing-masing secara benar. Demikianlah makna yang dalam dari tosan aji sebagai karya seni budaya nasional yang mengandung pelbagai aspek dalam kehidupan masyarakat Jawa pada umumnya.
B.     Betuk dan Jenis Keris
Pada suatu saat dimana kita mengamati liku lekuk garis pamor keris, akan tersirat pembacaan akan suatu kesan. Kemudian bahasa semiotik menjabarkan pengambaran simbol-simbol tersebut berkaitan dengan jalan kehidupan manusia. Garis bulat merepentasikan kesan air (rejeki). Sedang garis lurus dikesankan sebagai simbol penolak bencana(singkir) dan keburukan dalam kehidupan, dan beberapa penyederhanaan merumuskan pola, seperti bentuk flora yang bergaris menjulang sebagai gambaran ambisi kejayaan dalam kehidupan manusia. Pengertian Pamor lebih mudahnya adalah gambar yang terdapat di sebuah bilah tosan aji. Penamaan untuk pamor keris berlaku juga untuk tosan aji lainnya seperti Tombak, Wedung, Pedang dsb. Di dalam setiap pamor terkandung filosofi nilai moral (ajaran hidup) dan spiritual (maksud, harapan, doa)  sang empu dan sang pemilik.
D.     Pembuatan keris

Keris tidak hanya sebagai sebuah senjata tetapi dapat diartikan sebagai pelindung dari segala macam gangguan baik fisik maupun gaib. Pembuatan keris di Padepokan Brojobuwono bersifat eksklusif,artinya berbeda orang akan bisa berbeda keris yang pantas atau sesuai dengannya. 
Oleh karena itu ketika seseorang memutuskan untuk membuat keris, biasanya akan dilakukan konsultasi tentang keris apa yang cocok dengan pemesan. Sebab keris mengandung nilai simbolik dengan ragam ratusan perlambang, mulai dari jenis dhapur maupun pamor dan bagian lainnya.
Berpijak pada kenyataan bahwa nilai dan makna keris menjadi norma dalam berpikir dan berperilaku yang pada akhirnya membentuk identitas dan karakter masyarakat Indonesia, maka Padepokan Brojobuwono selalu melibatkan pemesan dalam laku ritual terkait dengan proses pembuatannya. Keris merupakan visualisasi dari konsep manunggaling kawula lan gusti (lambang meleburnya manusia dengan Tuhannya). 


Laku ritual itu seperti pembersihan diri yang dapat ditempuh antara lain dengan berpuasa. Sebelum proses produksi dimulai juga dilakukan ritual doa memohon keselamatan dan kelancaran selama proses pembuatan keris
Proses awal yang dilakukan adalah berupa pembuatan spongs besi dari pasir alam yang kemudian akan dicampur dengan materia lainnya seperti besi O1 maupun nikel dalam takaran tertentu. Pembentukan bilah keris dengan pamor sesuai yang direncanakan dilakukan dengan proses manual tempa dan lipat ratusan kali. 


Setelah selesai, dilakukan proses finishing dengan penyepuhan maupun warangan (merendam dalam larutan arsenik). Ketika semua proses usai, akan dilakukan doa selamatan serta keris dikirab keliling desa pada tengah malam. 
Pemesan juga akan mendapatkan dvd tentang proses pembuatan keris yang dipesannya serta keris akan diberikan sertifikat dan juga bukti uji laboratorium terhadap material yang digunakan sebagai bahan keris. 



Hinga kini Padepokan Brojobuwono telah memproduksi keris dari beragam pasir alam seperti pasir sungai Mahakam, Kalimantan, pasir sungai Bengawan Solo, pasir sungai danau Tambelingan, Bali, maupun pasir gunung Merapi. 
Pengoleksi karya Padepokan Borojobuwono adalah para kolektor keris baik di dalam negeri maupun luar negeri seperti Filipina, Perancis maupun Amerika. 




BAB III
PEMUTOP
A.     Kesimpulan
Keris digunakan sebagai simbol untuk memberitahu identitas pemiliknya. Hanya dengan melihat bentuknya saja, orang sudah tahu dari mana seseorang berasal. Karena memang setiap daerah memiliki bentuk keris yang berbeda-beda. Ada yang mempunyai keluk, atau berkelok-kelok, dan ada yang lurus seperti pedang. Untuk yang mempunyai keluk, jumlahnya harus ganjil karena nanti yang menggenapi adalah si empunya keris. Contoh lainnya, keris dari Bali memiliki ukuran yang cukup panjang dan bagian hulu atau pegangan keris biasanya mempunyai ukiran dewa-dewa. Lain lagi dengan keris dari Banten yang ukurannya lebih pendek dari pada keris dari Bali. Bagian hulunya biasanya mempunyai ukiran burung. Sedangkan keris dari Sumatra, ukurannya paling pendek jika dibandingkan dengan keris dari Jawa dan Bali.
B.     Saran
Kami mengangkat ke senian dari keris ini untuk mengenalkan budaya nenek moyang kepada gererasi yang mendatang. Untuk tujuan baik ini supaya nantinya generasi mendatang tau tentang kesenian keris. Pesan dari belio museum keris brojobuono keris bukan untuk sesnjata melain kan symbol identitas pemilik nya. Sekian saran dari kami kulrang lebih nya kami mohon maaf.












LAMPIRAN

 


1 komentar:

  1. youtube.com : Video Dodl : Free - Video Gaming DVD Lyrics - Videosl
    Video Dodl: youtube to mp3 convertor Free - Video Gaming DVD Lyrics - Videosl, song Reviews, Albums, Music, Reviews - - Videosl, Free - Video Gaming DVD DVD Lyrics - Videosl.cc -.

    BalasHapus